e-berita.com, Bolsel – Oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Jelfi Djauhari diduga menggunakan fasilitas negara saat kampanye.
Politisi partai NasDem itu diduga menggunakan kendaraan dinas untuk kepentingan kampanye pasangan calon Arsalan Makalalag dan Hartina Badu (Madu), yang notabene diusung oleh partainya.
Namun, untuk mengelabui publik, diduga pelat nomor dari kendaraan dinas tersebut oleh Jelfin diubah dengan menggunakan pelat hitam.
Hal itu langsung menuai kritikan publik, serta mempertanyakan integritas dan etika seorang pejabat negara menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik.
“Kami prihatin. Ini bukan hanya soal kampanye, tapi soal bagaimana pejabat publik memanfaatkan aset negara dengan benar. Ini seperti menyalahgunakan kepercayaan masyarakat,” ungkap seorang warga setempat yang meminta namanya tidak disebutkan, Minggu, 13 Oktober 2024.
Namun, saat dikonfirmasi, Jelfi Djauhari memilih untuk tidak memberikan komentar kepada media.
Terkait dugaan penggunaan kendaraan dinas oknum anggota DPRD tersebut, Sekretaris Dewan (Sekwan) Bolsel, Laode Sahyuddin, mengonfirmasi bahwa benar jika mobil tersebut merupakan kendaraan dinas aset milik daerah untuk pimpinan DPRD
“Benar itu mobil dinas. Sesuai aturan, kendaraan dinas tidak boleh digunakan untuk kampanye,” tegas Laode saat dihubungi melalui WhatsApp.
Laode menambahkan bahwa pihaknya akan segera menyurati Jelfi Djauhari untuk meminta klarifikasi resmi atas tindakan tersebut.
Larangan menggunakan kendaraan dinas untuk kampanye
Terkait larangan pemakaian kendaraan dinas untuk kampanye sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dimana bunyi dari pasal 304 ayat (1) menegaskan dalam melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara.
Fasilitas negara yang dimaksud adalah segala jenis fasilitas yang pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD. Diantaranya kendaraan dinas yang meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai serta alat transportasi dinas lainnya.
Larangan itu juga berlaku pada penggunaan gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik pemerintah pusat dan daerah, kecuali tempat terpencil yang pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip keadilan.
Anggota DPRD sendiri merupakan pejabat negera, sehingga aturan tersebut pun melekat pada mereka para wakil rakyat. (***)