E-BERITA.COM, BOLSEL – Banjir disertai material lumpur yang terjadi baru-baru ini di sejumlah Desa yang ada di Kecamatan Pinolosian Tengah, Kabupaten Bolsel masih menyisahkan tanda tannya.
Pasalnya, berkembang opini di tengah masyarakat jika, banjir yang disertai lumpur tersebut bukan semata-mata karena faktor cuaca, namun ada dugaan berkaitan dengan keberadaan aktivitas pertambangan ilegal di wilayah hulu Tobayagan.
Hal itu sebagaimana yang diungkapkan Madi, warga Tobayagan yang turut mengeluhkan kondisi tersebut. Menurutnya, banjir parah yang disertai lumpur baru kali itu terjadi di Desanya.
“Bisa jadi hulu Tobayagan sudah rusak akibat aktivitas tambang di sana, karena sudah ada dua perusahaan yang beroperasi pakai alat berat. Kami minta pemerintah menghentikan aktivitas itu,” sentilnya.
Menanggapi hal ini, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bolsel, Danan Mokodompit mengakui, banjir murni terjadi karena faktor cuaca atau tingginya intensitas curah hujan.
“Akibat hujan selama dua hari berturut-turut, beberapa aliran sungai meluap. Apalagi di Pinolosian Tengah, rata-rata desa ada sungai,” tuturnya.
“Adapun lumpur yang masuk di rumah warga diperkirakan ketebalannya kurang lebih 5 cm. Banjir 2020 tidak begitu berlumpur, tahun ini yang sedikit parah,” tuturnya lagi.
Kendati Kepala BPBD menampik banjir lumpur itu diduga diakibatkan aktivitas pertambangan di wilayah Tobayagan, akan tetapi Ia membenarkan banjir yang terjadi kala itu adalah salah satu yang terparah selama beberapa tahun terakhir ini.
“Yang mengalami dampak terparah di wilayah Tobayagan bersatu, Mataindo bersatu dan Torosik. Di atas 90 persen rumah penduduk terendam banjir,” ungkapnya.
Terpisah, Camat Pinolosian Tengah, Oni Podomi juga mengakui, banjir parah yang terjadi seperti baru-baru ini, terakhir terjadi pada tahun 2006.
“15 tahun lalu pernah banjir seperti ini. Tapi setelah tanggul dibangun oleh Pemda, banjir parah tidak lagi pernah terjadi setelah banjir kemarin,” ungkap Camat yang juga berdomisili di Desa Tobayagan.
Lanjut Camat, Pinolosian Tengah memang langganan banjir tiap tahunnya tetapi tidak separah baru-baru ini.
“Banjir yang baru terjadi memang berlumpur, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya,” katanya.
“Jika ada yang mengait-ngaitkan banjir lumpur kemarin dengan aktivitas pertambangan di sana saya juga kurang paham, karena itu butuh kajian lagi. Intinya, curah hujan sebelum banjir memang sangat tinggi,” tandasnya.
Menanggapi persoalan ini juga, Mantan Bupati Dua Periode Bolsel, Haji Herson Mayulu SIP menegaskan, pertambangan ilegal di Hulu Tobayagan harus segera dihentikan. “Ilegal meaning akibatnya banjir lumpur. Hanya banyak pura-pura buta dan tidak mau tau kegiatan penambangan liar ada di hulu sungai tobayangan,” tegasnya.
“Jika dibiarkan suatu saat kedua desa ini akan tertimbun lumpur. Karena itu saya tidak pernah setuju dengan kegiatan penambangan liar yang ada di sana. Hendaknya hal ini menjadi perhatian siapapun yang punya kepentingan di Hulu Tobayagan,”singkat tokoh masyarakat Bolsel yang kini menjabat sebagai Anggota DPR-RI ini.
Lantas apa kata pengamat terkait aktivitas tambang ilegal di Pinolosian Tengah? Dr. Ir. Ridwan Lasabuda MSi mengatakan, secara topografi letak Bolsel merupakan daerah pesisir yang dikeliligi pengunungan, sehingga tidak cocok melakukan aktivitas di pegunungan apalagi pertambangan, karena jelas berdampak pada lingkungan.
“Bolsel seharusnya menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Artinya secara ekonomi dia maju, secara ekologi tidak merusak. Jadi kalau ada aktivitas yang sifatnya merusak, lebik baik stop itu,” sentilnya.
Menurutnya, setiap wilayah pertambangan harus menerapkan prinsip good mining practice.
“Ada lingkungan yang harus dijaga. Oleh sebab itu pentingnya sebuah izin dalam setiap operasi pertambangan agar pengelolaannya punya standarisasi. Aktivitas tambang yang tidak berizin berpotensi besar merusak lingkungan. Jadi aktifitas pertambangan ilegan di Tobayagan harus dihentikan oleh pihak-pihak yang punya kapasitas,” sentilnya.
Lanjut tokoh akademisi Universitas Sam Ratulangi ini, pada umumnya, penambangan menggunakan merkuri dalam proses pengelolaannya.
“Banyak kasus yang ditemui, penambang ilegal tidak mengelolah limbah sesuai dengan standarnya. Sehingga emisi merkuri terkonsentrasi pada lingkungan dalam jumlah besar dan mencemari sumber air atau sungai,” jelasnya.
Menurut Pengamat Lingkungan yang banyak mengisi materi seminar tentang lingkungan ini mengatakan, banjir yang terjadi di terjadi Pinolosian Tengah, selain dipengaruhi cuaca ekstrim bisa juga disebabkan oleh kondisi vegetasi tanah dan profil genetik tanah telah rusak akibat aktivitas pertambangan.
“Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dapat mengubah topogafi umum kawasan tambang secara permanen yang dapat berakibat longsor ataupun banjir di wilayah sekitarnya,” tandasnya.
Menutup tanggapannya, tokoh yang akrab disapa Mener Ridwan ini mengatakan, tidak masalah menambang asal ada izin. ” Resiko penambangan ilegal sangat besar terhadap lingkungan,” pungkasnya. (irfani alhabsyi/rdk)