E-BERITA.COM, BOLSEL – Terkait dengan dugaan pelanggaran adat yang dilakukan oleh oknum Kapolres Bolsel, Yuli Kurnianto, yang dianggap lecehkan masyarakat adat Bolsel karena tidak hadir dalam Rapat Paripurna DPRD peringatan HUT ke 13 Bolsel, dan mendapat kritikan keras dari tokoh Adat tertinggi daerah setempat yakni Hi Herson Mayulu SIP dan para petinggi-petinggi adat empat etnis suku terbesar di daerah setempat, kini ditanggapi oleh Kapolres Bolsel.
Ditemui sejumlah awak media, Selasa (27/07/2021), pagi tadi di kantornya, Kapolres Yuli Kurnianto menyampaikan permohonan maafnya secara pribadi atas ketidak hadirannya pada acara Paripurna tersebut.
“Jika itu memang melanggar adat, saya secara pribadi meminta maaf, karena saya tidak hadir bukan karena disengaja tapi saat itu ada juga agenda lain yang begitu penting untuk saya hadiri,” ujar Kapolres.
Kalau ketidakhadiran saya itu memang melanggar adat, lanjut Kapolres mengatakan dirinya meminta maaf karena itu murni ketidaktahuan saya.
“Saya tidak mau menanggapi dan membikin suasana gaduh, jadi saya minta rekan-rekan media bantu saya biar persoalan ini tidak gaduh,” ungkapnga.
“Kitakan sedang menanggani Covid, masa kita gaduh gara-gara ini. Dan kalau memang saya melanggar adat, saya meminta maaf kepada masyarakat dan tokoh-tokoh adat yang ada di daerah,” tambahnya.
Sebelumnya dalam kegiatan Paripurna DPRD peringatan HUT ke 13 Bolsel, Tokoh Adat Bolsel dengan empat gelar adat dari suku terbesar yang mendiami Kabupaten Bolsel, yakni Temey Molamahu dari suku Gorontalo, Ta No O Tindaho Lripu adat suku Bolango, Datung Mbanua adat suku Sagihe, dan Kolano’ Nonombonu bo Nolintak Kon lipu adat dari suku Mongondow, Hi Herson Mayulu SIP, (H2M) menyayangkan sikap Kapolres Bolsel, AKBP Yuli.
“Hari ini Bolsel berusia 13 tahun. Saat sidang paripurna DPRD Bolsel digelar, sangat disayangkan seorang Kapolres tidak mau hadir dan hanya mewakilkan kepada seorang Kapolsek. Memangnya ini adalah hari ulang tahun Kecamatan, sehingga yang hadir hanya setingkat kapolsek?,” ketusnya.
Mantan Bupati Bolsel dua periode ini menjelaskan, DPRD adalah gedung rakyat, sehingga ketidakhadiran Kapolres pada acara tersebut dengan tanpa sesuatu alasan merupakan bentuk tidak adanya rasa hormat terhadap rakyat Bolsel.
“Padahal Bolsel adalah tempat di mana dia bertugas sebagai pengayom rakyat yang juga adalah anggota musyawarah pimpinan daerah. Beginikah mental seorang bhayangkara negara?,” tegasnya.
H2M yang juga selaku Anggota DPR-RI dari Dapil Sulut ini menambahkan, pihaknya diundang oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dalam momentum ini bukan dalam kapasitas sebagai Anggota DPR-RI, melainkan sebagai Tokoh adat di Bolsel.
“Jadi saya marah karena ini adalah bentuk pelecehan terhadap masyarakat adat di Bolsel. Maka siapa saja yang tidak menghormati adat Bolsel, sudah selayaknya diusir keluar dari Bolsel,” tandasnya.
Tak sampai disitu, Senin (26/07/2021) kemarin, para pemangku adat dari empat etinis Suku terbesar di Bolsel menyambangi DPRD. Kedatangan para tokoh adat yang mewakili etnis suku adat Gorontalo, Mongondow, Bolango dan Sagihe, secara langsung menyerahkan empat poin Pernyataan Sikap Masyarakat Adat Bolsel terkait sikap Kapolres kepada Ketua DPRD Bolsel.
Adapun empat poin pernyataan itu sebagai berikut;
1.Mendukung pernyataan Hi Herson Mayulu SIP (Pemengang gelar adat tertinggi) terkait ketidakhadiran Kapolres dalam sidang Paripurna DPRD HUT Kabupaten Bolsel.
2. Menyayangkan atas ketidakhadiran bapak Kapolres Bolaang Mongondow Selatan dalam sidang Paripurna tanpa mengonfirmasi ketidakhadirannya. Bagi kami itu adalah bentuk pelecehan terhadap adat dan istiadat serta budaya daerah.
3. Kecewa dengan sikap Kapolres yang hanya mengutus Kapolsek sebagai perwakilan padahal banyak jajaran pejabat Polres.
4. Karena diawal tugas Kapolres kami jemput secara adat, maka kami menolak secara adat perlakukan Kapolres Bolaang Mongondow Selatan yang tidak menghargai dan tidak menghadiri Undangan peringatan Hari Ulang Tahun Bolaang Mongondow Selatan.
(Ing/redaksi)