E-BERITA.COM, BOLSEL – Persoalan klasik terkait kelangkaan pupuk nampaknya telah jadi masalah setiap kali petani membutuhkannya.
Namun, tidak demikian untuk saat ini, kelangkaan pupuk, khususnya yang berlabel subsidi lebih dikarenakan jumlah pasokannya yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Dan itu bukan hanya menjadi persoalan petani di daerah seperti Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), tapi seluruh petani di indonesia.
Hal itu pun sebagaimana dijelaskan oleh Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan (Dipertangan) Bolsel, Marwan Makalalang melalui sekretarisnya Ronald Daud.
Ia mengungkapkan, untuk Kabupaten Bolsel sendiri, jumlah kebutuhan pupuk subsidi jenis urea saja sekitar 884 ton. Namun, yang diberikan oleh Pemerintah pusat hanya 84 ton saja atau sekitar 10 % dari jumlah kebutuhan. ” Belum lama ini saya ikut Rakor dengan Kementan bahas masalah pupuk ini, dan dari usulan kita, ternyata hanya 10 persen yang diberikan,” ungkap Ronald.
Ia mengatakan lagi, jadi jika terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi di daerah itu bukan pupuknya yang langkah, tapi jumlah kuotanya yang memang sangat-sangat terbatas. ” pupuknya bukan langkah, tapi jumlah yang tersalur ke agen untuk petani penerimanya yang terbatas, bahkan tidak sesuai kebutuhan.” jelasnya.
Lanjut Ronald mengatakan lagi, walau hari ini petani yang berhak menerima pupuk subsidi terdaftar dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) kurang lebih sekitar 175 kelompok, namun jumlah kebutuhan pukuk kelompok ini tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. ” Itu yang terjadi hari ini. Belum lagi kalau ada kelompok yang ternyata hanya beberapa dari anggotanya yang punya modal, pastinya jatah pupuk untuk anggota lainnya terpaksa harus diberikan ke anggota kelompok atau kelompok lain yang punya modal,” jelasnya.
Dikatakannya lagi, sebagai mana syarat menjadi bagian dalam daftar RKDD, salah satunya memiliki lahan minimal seluas 2 Hektar. ” setiap anggota minimal maksimal memiliki lahan seluas dua hektar. Jadi setiap kelompok beda-beda jumlah kuota pupuk yang mereka peroleh,” terangnya.
Ia menambahkan, pihaknya terus berupaya semaksimal mungkin dalam mengusulkan jumlah kebutuhan pupuk bagi petani. Selain itu dalam hal pengawasan proses penyaluran dari agen ke petani, agar tidak salah sasaran. ” walau sudah diawasi dengan ketat, tetap saja yang jadi masalah jumlah pupuk yang dibutuhkan itu kurang. Jadi sosusi alternatifnya, petani beralih ke pupuk non subsidi yang lebih mahal. Tapi hari ini pupuk non subsidi saja susah diperoleh,” pungkasnya. (Ing)