e-berita.com, Bolsel – Kerusakan lingkungan yang disebabkan aktivitas para mafia tambang di kawasan hutan hulu Tobayagan, Kabupaten Bolsel mengundang tanggapan serius dari para pengamat lingkungan.
Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang dilakukan para cukong, sebut saja Hani Budiman, David Budiman Rukly Makalalag, Kunu Makalalag dan Gloria Lamora begitu jelas menimbulkan kerusakan ekosistem alam.
Tapi menariknya, selama para mafia tambang ini melakukan eksploitasi yang kurang lenih telah berlangsung 3-4 tahun terakhir ini tampaknya berjalan mulus tanpa hambatan.
Hal ini pun memicu asumsi di tengah masyarakat terutama rumor adanya dukungan para mafia tambang ilegal ini dari kalangan elit politik, pemerintah hingga aparat hukum.
Tidak mengherankan jika spekulasi semacam itu tersebar luas, mengingat permasalahan PETI di wilayah Hulu Tobayagan dan Hulu Dumagin telah memunculkan banyak masalah sejak tahun 2019.
Dampak yang ditimbulkan oleh PETI pun semakin meluas. Selain merusak ekosistem, aktivitas tersebut telah mengancam mata pencaharian masyarakat.
Hal itu pun menarik perhatian pengamat lingkungan, Ir. Robby Rempas, Msi yang memberikan tanggapannya mengenai masalah tersebut.
Ia menegaskan bahwa lemahnya pengawasan terhadap hutan dan maraknya tambang ilegal akan berdampak buruk pada ekologi.
“Selain berdampak pada ekosistem tanah dan air, perambahan hutan untuk kepentingan tambang ilegal juga secara jelas merusak,” ujar Robby.
Riset yang ada menunjukkan bahwa kerusakan ekologis dari tahun ke tahun sebagian besar disebabkan oleh kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan dan perkebunan.
“Penyalahgunaan hak kelola hutan membawa dampak buruk bagi ekosistem seperti menurunnya kualitas hutan, sungai, udara, pesisir, dan kelautan secara drastis. Bahkan, keragaman flora dan fauna pun terancam hingga punah karena gangguan terhadap habitat mereka,” tegas Robby.
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Dr. Ir. Ridwan Lasabuda, Msi. Ia mengkritisi situasi ini dalam wawancara sebelumnya.
Menurut pengamat lingkungan ini, Bolsel adalah daerah yang memiliki topografi pesisir yang dikelilingi oleh pegunungan, sehingga tidak cocok untuk melakukan aktivitas pertambangan, karena dapat berdampak negatif pada lingkungan.
“Bolsel seharusnya menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhannya harus mencakup aspek ekonomi yang maju tanpa merusak lingkungan. Oleh karena itu, jika ada aktivitas yang merusak, lebih baik untuk menghentikannya,” ungkapnya.
Ridwan menekankan pentingnya izin dalam setiap operasi pertambangan guna memastikan adanya standar pengelolaan yang sesuai.
“Aktivitas tambang tanpa izin memiliki potensi besar untuk merusak lingkungan. Oleh karena itu, tambang ilegal di Bolsel harus dihentikan oleh pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk melakukannya,” tegasnya.
Selain itu, akademisi dari Universitas Sam Ratulangi ini juga menjelaskan bahwa penambang ilegal biasanya menggunakan merkuri dalam proses pengelolaan material emas.
“Dampak dari hal tersebut sangat berbahaya. Emisi merkuri dapat terkonsentrasi dalam jumlah besar di lingkungan, berpotensi mencemari sumber air dan sungai,” pungkas Ridwan. (rdk)